PEMUNGUTAN
DAN PEMOTONGAN
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 BAGI BENDAHARAWAN PEMERINTAH
I. Bendaharawan
Sebagai Pemungut Pajak
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003
tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan Dan
Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan
Pelaporannya. Bendaharawan Pemerintah, yaitu Bendaharawan dan Pejabat
yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD, ditetapkan
sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 22. Selain sebagai Pemungut, Bendaharawan Pemerintah juga sebagai
pemotong PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 21/26, dan Pasal 23/26 sebagaimana
ketentuan yang berlaku umum.
Bendaharawan Pemerintah baik tingkat pusat maupun tingkat
daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 154/PMK.03/2010
atau wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan pembayaran atas
penyerahan barang. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan sehubungan
dengan pembayaran atas pembelian barang seperti: komputer, meubeler, mobil
dinas, ATK dan barang lainnya oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak penyedia
barang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 154/PMK.03/2010
dilingkungan pemerintah terkait pengadaan barang pemungutan PPh Pasal 22
dilakukan oleh:
1.
bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang;
2.
bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan
dengan mekanisme uang persediaan (UP);
3.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit
Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak
ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
II. Penghasilan
yang dikenakan PPh Pasal 22
Pada prinsipnya, Bendaharawan pemerintah baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah wajib memungut PPh Pasal 22 atas pembayaran
kepada rekanan yang melakukan penyerahan barang kepada instansi pemerintah,
namun demikian Bendaharawan tidak memungut PPh Pasal 22 diantaranya
atas:
1.
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00
(dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2.
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik,
gas, pelumas, air minum/ PDAM dan benda-benda pos;
3.
Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan
penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
III. Pemungutan
dan Penyetoran PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 atas pengadaan barang, terutang dan dipungut
pada saat pembayaran, besarnya tarif PPh Pasal 22 atas pengadaan barang yang
dananya berasal dari APBN/D adalah 1,5%.
PPh
Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan adalah:
1,5%
x harga/nilai pembelian barang tidak termasuk PPN
Kewajiban Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22 setelah
melakukan pemungutan:
a. menyetor
ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang,
b. menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi identitas rekanan serta
ditandatangani oleh Bendaharawan pemungut pajak
c. Dalam
hal pembayaran dilakukan langsung oleh KPPN, PPh Pasal 22 dipungut langsung
oleh KPPN dan SSP diisi identas rekanan serta ditandatangani oleh KPPN
IV. Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22
Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 bagi penerima
penghasilan/rekanan adalah SSP lembar ke-1 yang telah ditandatangani dan
disetor oleh Bendaharawan atau SSP lembar ke-1 yang telah ditandatangani oleh
KPPN dalam hal dilakukan pemungutan oleh KPPN.
V. Pelaporan
PPh Pasal 22
Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22 harus melaporkan
hasil pemungutannya paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 formulir F.1.1.32.02. Apabila kewajiban
tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sesuai pasal 7 UU KUP sebesar Rp 50.000,00.
VI. Contoh
Penghitungan PPh Pasal 22
a. Pengadaan
barang yang dipungut PPh
Kantor
Pelayanan A membeli barang berupa satu unit komputer dengan nilai barang
sebesar Rp. 8.000.000,00 dan PPN sebesar Rp. 800.000,00.
Harga
barang Rp8.000.000,00
PPN
Rp. 800.000,00
Total
tagihan dari rekanan Rp 8.800.000,00
PPh
Pasal 22 yg dipungut adalah 1,5% x Rp. 8.000.000 =Rp.120.000,00
PPN
dipungut 10% x Rp.8.000.000 =Rp.800.000,00
Total
PPN dan PPh dipungut Rp.920.000,00
Jumlah
uanng yang dibayarkan kepada rekanan adalah Rp 8.000.000,00 – Rp 120.000,00
=Rp.7.880.000,00.
b. Pengadaan
barang yang dipungut PPh
Kantor
Dinas A membeli barang berupa meja kerja yang tercantum dalam kontrak dengan
nilai sebesar Rp. 22.000.000,00 termasuk PPN, perhitungan pemungutan PPN dan
PPh Pasal 22 adalah:
Nilai
Kontrak (termasuk PPN) Rp 22.000.000,00
PPN
= 10/110 x Rp. 22.000.000 Rp. 2.000.000,00
Dasar
Pengenaan Pajak Rp.20.000.000,00
Total
tagihan dalam kwitansi yang dibuat oleh rekanan Rp22.000.000,00
PPh
Pasal 22 yg dipungut 1,5% x Rp. 20.000.000 = Rp. 300.000,00
PPN
dipungut 10% x Rp.20.000.000 = Rp. 2.000.000,00
Total
PPN dan PPh dipungut Rp.2.300.000,00
Jumlah
uang yang dibayarkan kepada kepada rekanan Rp 20.000.000,00 - Rp. 300.000,00 =
Rp 19.700.000,00.
c. Pengadaan
barang yang tidak dipungut PPh
Kantor
dinas pertamanan membeli alat tulis kantor dengan nilai barang sebesar Rp.
1.700.000 dan PPN sebesar Rp. 170.000.
Harga
barang Rp 1.700.000,00
PPN
Rp. 170.000,00
Total
tagihan dari rekanan Rp 1.970.000,00
Atas
pengadaan alat tulis kantor tersebut bendahara dinas pertamanan tidak memungut
PPh Pasal 22, karena nilai pengadaan masih dibawah Rp 2.000.000,00, tetapi
bendahara wajib memungut PPN karena nilai pengadaan sudah di atas Rp
1.000.000,00
Jumlah
uang yang dibayarkan kepada rekanan Rp. 1.700.000,00