Cari Blog Ini

Kamis, 09 Agustus 2012

Nota Retur PPN

Nota Retur ( 596/KMK.04/1994, Pasal 5A Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 )

Dalam dunia perdagangan, sering terjadi barang yang sudah dijual dikembalikan oleh pembelinya. Jika atas penjualan barang tersebut sebelumnya sudah dipungut PPN oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual, maka sudah semestinya Pajak Keluaran yang sudah dipungut penjual dan Pajak Masukan yang sudah dikreditkan oleh PKP Pembeli atau PPN yang sudah dibiayakan oleh pembeli dilakukan koreksi. Inilah esensi dari ketentuan Pasal 5A Undang-undang PPN 1984 yang peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Barang Kena Pajak Yang Dikembalikan Dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Jasa Kena Pajak Yang Dibatalkan.
Prinsip dasar dari pengembalian atau retur Barang Kena Pajak ini adalah seperti ditegaskan dalam Pasal 5A Ayat (1) UU PPN 1984, yaitu bahwa PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan dari PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut. Adapun ketentuan pelaksanaannya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2010 yang menjadi rujukan paragraf-paragraf di bawah ini.

Perlakuan PPN/PPnBM Atas Barang Yang Dikembalikan
Bagi PKP Penjual, apabila Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh Pembeli, PPN atau PPN dan PPnBM  dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat mengurangi Pajak Keluaran dan PPn BM yang terutang.
Bagi pembeli, PPN atau PPN dan PPnBM  dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut mengurangi :
  1. Pajak Masukan dari PKP Pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan;
  2. biaya atau harta bagi PKP Pembeli, dalam hal pajak atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
  3. biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan PKP dalam hal PPN atau PPN dan PPnBM atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.
Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal Barang Kena Pajak yang dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis maupun harganya.
Nota Retur
Dalam hal terjadi Pengembalian Barang Kena Pajak, Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada PKP Penjual ada saat Barang Kena Pajak dikembalikan. Nota retur tersebut paling sedikit harus mencantumkan:
  1. nomor urut nota retur;
  2. nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
  3. nama, alamat, dan NPWP Pembeli;
  4. nama, alamat, NPWP Pengusaha Kena Pajak Penjual;
  5. jenis barang, jumlah harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
  6. PPN atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan, atau PPN dan PPnBM atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan;
  7. tanggal pembuatan nota retur; dan
  8. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota retur.
Bentuk dan ukuran nota retur dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi Pembeli. Contoh bentuk dan ukuran nota retur adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2010.
Nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
  1. lembar ke-1: untuk Pengusaha Kena Pajak Penjual;
  2. lembar ke-2: untuk arsip Pembeli.
Dalam hal Pembeli bukan Pengusaha Kena Pajak, nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pembeli terdaftar.
Pengembalian BKP Dianggap Tidak Terjadi
Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal:
  1. nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan yang sudah ditentukan;
  2. nota retur tidak dibuat pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikembalikan; atau
  3. nota retur tidak disampaikan ke KPP tempat pembeli terdaftar dalam hal pembeli bukan PKP.
Masa Pajak Dilakukannya Pengurangan
Pengurangan Pajak Keluaran atau Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh PKP Penjual dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya Pengembalian Barang Kena Pajak. Sementara itu, pengurangan Pajak Masukan, pengurangan harta, atau pengurangan biaya, oleh Pembeli dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak.
Dengan demikian pengembalian Barang Kena Pajak tidak mengakibatkan PKP Penjual atau PKP pembeli melakukan koreksi atau pembetulan pada SPT Masa di mana PPN atas BKP yang dikembalikan sudah dilaporkan.

1. Pembuatan Nota Retur :
  •  
Nota Retur dibuat dalam hal terjadi pengembalian Barang Kena Pajak dari pembeli kepada penjualan kecuali jika diganti dengan Barang Kena Pajak yang jenisnya, typenya, jumlahnya, dan harganya sama.
  •  
Retur hanya mungkin terjadi dalam transaksi penyerahan Barang, dan tidak dapat terjadi dalam penyerahan jasa.
  •  
Nota retur dibuat dalam rangkap 2 (dua); lembar pertama untuk PKP Penjual dan lembar kedua untuk arsip pembeli.
  •  
Nota retur dibuat pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP.
  •  
Bentuk dan ukuran Nota Retur dapat disesuaikan dengan kebutuhan admnistrasi pembeli. 
  •  
Nota retur yang tidak mencantumkan informasi minimal yang disyaratkan tidak dapat diperlakukan sebagai nota retur.
  •  
Nota retur harus dibuat oleh pembeli dalam masa pajak yang sama dengan saat terjadinya pengembalian barang.
Nota Retur minimal harus memuat :
  • Nomor Urut Nota Retur.
  • Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan
  • Nama, Alamat, dan NPWP pembeli BKP yang dikembalikan.
  • Nama, alamat, NPWP penjual yang menerbitkan Faktur Pajak.
  • Jenis, kuantum dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan.
  • PPN/PPn BM yang dikembalikan.
  • Tanggal pembuatan Nota Retur.
  • Tandatangan Pembeli.
2. Fungsi Nota Retur Bagi Penjual :
  • Mengurangi Pajak Keluaran dan/atau PPn BM pada Masa Pajak diterimanya Nota Retur.
    Misal :
    Apabila pada bulan Juni 2000 diterima nota retur dari pembeli atas transaksi penyerahan BKP yang terjadi pada bulan Januari 2000, maka PPN yang tercantum dalam nota retur tersebut dikurangkan dari Pajak Keluaran dalam SPT Masa PPN Juni 2000.
3. Fungsi Nota Retur Bagi Pembeli :
  • Mengurangi Pajak Masukan pada Masa Pajak dibuatnya Nota Retur, dalam hal Pajak Masukan tersebut telah dikreditkan.
  • Mengurangi beban (expense) atau biaya perolehan aktiva atas Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atau atas PPn BM yang telah dibebankan/dikapitalisir dalam harga perolehan aktiva.
    Misal :
    Jika nota retur dibuat pada bulan Mei 2000 atas pembelian BKP yang terjadi pada bulan Januari 2000, maka PPN yang tercantum dalam nota retur tersebut dikurangkan dari Pajak Masukan dalam SPT Masa PPN Mei 2000.

Jumat, 03 Agustus 2012

Metode Penyusutan Aktiva Tetap


Metode Penyusutan Aktiva Tetap (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
  1. Untuk aktiva kelompok I s.d. kelompok IV disusutkan dengan memakai metode garis lurus (straight line methode) atau metode saldo menurun (decline balance methode).
  2. Untuk aktiva kelompok bangunan harus disusutkan dengan metode garis lurus.
  3. Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas.
  4. Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut :
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif PenyusutanMetode Garis Lurus
Tarif Penyusutan Metode Saldo Menurun
I.
Bukan Bangunan




Kelompok I
4 Tahun
25%
50%

Kelompok II
8 Tahun
12,5%
25%

Kelompok III
16 Tahun
6,25%
12,5%

Kelompok IV
20 Tahun
5%
10%
II.
Bangunan :




Permanen
20 Tahun
5%


Tidak Permanen
10 Tahun
10%

Contoh penggunaan metode garis lurus :
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000,00 dan masa manfaatnya 20 tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000,00 (= Rp 100.000.000,00 / 20)
Contoh penggunaan metode saldo menurun :
Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga perolehan Rp 150.000.000,00. Masa manfaat mesin tersebut adalah 4 tahun (tarif penyusutannya 50%). Maka perhitungan penyusutannya adalah sbb :
Tahun
Tarif
Penyusutan
Nilai Sisa Buku




Harga perolehan


150.000.000,00
2000
50%
75.000.000,00
75.000.000,00
2001
50%
37.500.000,00
37.500.000,00
2002
50%
18.750.000,00
18.750.000,00
2003
Disusutkan sekaligus
18.750.000,00
0





  •  
Penetapan kelompok-kelompok aktiva tetap diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (Kelompok aktiva non bangunan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 dan khusus untuk perusahaan pertambangan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521/KMK.04/2000
  •  
Bangunan tidak permanen adalah  bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.
  •  
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002, harta berwujud berupa komputer, printer, scanner dan sejenisnya yang semula masuk ke dalam kelompok II berubah menjadi kelompok I. Penghitungan penyusutannya sbb :

-
Penyusutan berdasarkan ketentuan lama (penyusutan kelompok II) berlaku sampai bulan Maret 2002.

Penyusutan dengan ketentuan baru (penyusutan kelompok I) berlaku mulai April 2002, dengan tetap menggunakan sisa manfaat semula yang akan mengalami penyesesuain/ percepatan secara otomatis.
  •  
Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, seperti pertambangan minyak dan gas bumi, perkebunan tanaman keras, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha tersebut, yang ketentuannya akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  •  
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan aktiva tetap tersebut di atas, maka jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dan jumlah harga jual (nilai pasar) atau penggantian asuransi yang diterima atau diperoleh diakui sebagai penghasilan.
  •  
Dalam hal penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Dirjen Pajak jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva yang bersangkutan dapat dibebankan sebagai biaya masa kemudian tersebut (matching expense againt revenue).
  •  
Dalam hal pengalihan aktiva berupa bantuan, sumbangan, atau hibah yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, maka nilai sisa buku fiskal harta tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya (kerugian) bagi pihak yang mengalihkan dan bukan penghasilan bagi pihak yang menerima. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, maka bagi pihak yang mengalihkan nilai sisa bukunya tidak dapat diakui sebagai biaya, dan bagi penerimanya merupakan penghasilan.

Kamis, 02 Agustus 2012

Pajak Penjualan dan Pembelian tanah dan bangunan (BPHTB)

Dalam transaksi jual beli tanah, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Untuk penjual, dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”). Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah adalah Pasal 1 ayat (1) PP No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan:

“Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan”

Untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Hal ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Perhitungan pajaknya adalah berikut di bawah ini (dikutip dari buku “Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Mengatasi Masalah Hukum Pertanahan”oleh Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn.,hal 24):

Rumus

Dasar Hukum

Pajak Penjual (PPh) = NJOP/harga jual X 5 %

Pasal 4 PP No. 71 Tahun 2008tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan


Pajak Pembeli (BPHTB) =[NJOP/harga jual –NPTKP] X 5%   

Pasal 5 UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB

Daftar istilah:
NJOP                           : Nilai Jual Objek Pajak
NJOPTKP                   : Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
NPTKP/NPOPTKP     : Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak / Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Mengenai NPTKP untuk perhitungan BPHTB adalah berbeda-beda untuk masing-masing kabupaten/kota. Contoh:
DKI Jakarta    : Rp. 60.000.000,-
Kota Bekasi    : Rp. 30.000.000,-
Kota Depok    : Rp. 20.000.000,-
Kota Bogor     : Rp. 20.000.000,-

Untuk mengetahui besaran NPTKP di wilayah Anda, hubungi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1.      Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2.      Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

3.      Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

4.      Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan