Pusing dalam menghitung PPh Pasal 21, dengan software ini anda bisa melakukannya dengan mudah tanpa harus mengetahui tarif PPh 21 dan PTKP, sekali input gaji masing-masing karyawan sudah langsung jadi perhitungannya.
Disamping itu, software ini sudah terintegrasi dengan e-SPT Masa dan Tahunan (1721), tinggal ekspor database, jrenggggg SPT sudah bisa langsung di print-out.
Software ini sangat simple dan tidak memakan banyak memori, semua orang tanpa dasar pengetahuan perpajakan bisa mengoperasikannya dengan mudah.
Tunggu apalagi, download segera dengan mengklik Download here
Untuk menghindari pambajakan file, file tersebut sudah saya proteksi dengan Rar password key untuk membukanya, Silakan request dengan mengirimkan email ke kontak saya hanya dengan harga Rp. 200.000,-
Melayani Pembuatan dan Pelaporan SPT Masa dan Tahunan, SPT Orang Pribadi, Pengurusan Tax Amnesty, Pengurusan PKP, Permohonan NPWP, Permintaan NSFP, Laporan Keuangan, Book Keeping, Pencabutan NPWP, Permohonan dan aktivasi E-FIN, Laporan Keuangan, Pendampingan Pemeriksaan, Keberatan Pajak, Banding
Kamis, 24 Mei 2012
Selasa, 22 Mei 2012
NPWP Istri : Ikut Suami Atau Punya Sendiri
NPWP Istri : Ikut Suami Atau Punya Sendiri
Salah
satu masalah NPWP yang sering menjadi tanda tanya di masyarakat adalah
tentang kepemilikan NPWP bagi wanita kawin atau istri. Dalam beberapa
tulisan terdahulu saya pernah menegaskan bahwa pada dasarya satu
keluarga cukup satu NPWP, dalam artian istri ikut NPWP suami. Namun
demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup berpisah atau
melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Istri juga dapat
berNPWP sendiri bila memang berkehendak demikian.
Pemahaman saya seperti
itu saya dapatkan dari kandungan Undang-undang PPh dan Undang-undang
KUP. Nah, hal seperti ini kemudian di tegaskan pula oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, tepatnya di Pasal 2. Ya, di Pasal 2 ayat
(3) PP 74 Tahun 2011 tersebut ditegaskan bahwa, wanita kawin yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tetapi tidak hidup berpisah
atau tidak melakukan perjanjian pisah harta, maka hak dan kewajiban
perpajakannya digabungkan dengan hak dan kewajiban suaminya. Dengan kata
lain, NPWP sang istri ikut NPWP suaminya.
Bagaimana jika sebelum
menikah si istri sudah memiliki NPWP? Penjelasan Pasal 2 ayat (3) ini
menegaskan bahwa bila wanita kawin telah memiliki NPWP sebelum kawin,
wanita kawin tersebut harus mengajukan permohonan
penghapusan NPWP dengan alasan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan suaminya. Dengan demikian jelaslah bahwa NPWP
istri bisa dihapuskan bila menikah.
Nah, di penjelasan
Pasal 2 ayat (3) juga dinyatakan bahwa tidak termasuk dalam pengertian
hidup terpisah adalah suami istri yang hidup terpisah antara lain karena
tugas, pekerjaan, atau usaha. Misalnya suami istri berdomisili di
Salatiga. Karena suami bekerja di Pekanbaru, yang bersangkutan bertempat
tinggal di Pekanbaru sedangkan istri bertempat tinggal di Salatiga.
Namun demikian, dalam
hal wanita kawin ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan secara terpisah dari suaminya, maka wanita kawin tersebut
harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
Berikut contoh sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (4) PP 74 Tahun 2011:
Bapak Bagus yang telah
memiliki NPWP 12.345.678.9-XXX.000 menikah dengan Ibu Ayu yang belum
memiliki NPWP. Ibu Ayu memperoleh penghasilan dan ingin melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya.
Oleh karena itu, Ibu Ayu harus mendaftarkan diri ke Kantor Direktorat
Jenderal Pajak untuk memperoleh NPWP dan diberi NPWP baru dengan nomor
98.765.432.1-XXX.000.
Dalam kasus wanita
kawin yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
secara terpisah dari kewajiban perpajakan suaminya dan ia telah memiliki
NPWP sebelum kawin, maka NPWP yang telah dimiliki sebelum kawin
tersebut digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan secara terpisah dari suaminya, sehingga wanita kawin tersebut
tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP.
Contoh :
Lisa memperoleh
penghasilan dan telah memiliki NPWP dengan nomor 56.789.012.3-XYZ.000.
Lisa kemudian menikah dengan Hengki yang telah memiliki NPWP
78.901.234.5-XYZ.000. Apabila Lisa setelah menikah memilih untuk
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari
suaminya, maka Lisa tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh
NPWP dan tetap menggunakan NPWP 56.789.012.3-XYZ.000 dalam melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Nah, bagaimana dengan Anda? Memiliki NPWP sendiri atau memilih ikut NPWP suami.
Senin, 21 Mei 2012
Apa itu NPWP?
Belum lama ini Direktorat Jendral Pajak
mencanangkan target peningkatan NPWP puluhan persen untuk menunjang
penghasilan Negara dari sektor pajak. Untuk daerah tertentu mereka
menggunakan pendekatan secara aktif (door to door) dan juga melakukan
kerja sama dengan kelurahan setempat untuk menjaring penduduk yang
secara potensial harusnya memiliki NPWP.
Masih banyak orang awam yang tidak
mengetahui perpajakan bertanya–tanya mengenai NPWP, oleh karena itu
dalam kesempatan ini kami ingin memberikan gambaran secara sederhana
mengenai apa itu NPWP.
A: NPWP itu apa sich !
B : NPWP adalah Singkatan dari
Nomor Pokok Wajib Pajak, merupakan identitas WP (Wajib Pajak) dalam
sistem administrasi perpajakan yang dipergunakan dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakan WP. NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit
dimana 9 (sembilan) digit pertama menunjukkan kode spesifik WP, 3 ( tiga
) digit berikutnya menunjukkan kode KPP (Kantor Pelayanan Pajak),
sementara 3 (tiga ) digit terakhir adalah kode cabang WP.
A : Apakah semua orang harus mempunyai NPWP ?
B : Tidak, yang wajib mempunyai
NPWP adalah orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
(contoh : akuntan, dokter, notaris, pengacara) dan orang pribadi yang
memperoleh penghasilan diatas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) selama
satu tahun dan semua badan usaha.
A : Kapan orang harus memiliki NPWP ?
B : 1 (satu) bulan setelah saat
usaha mulai dijalankan atau akhir bulan berikutnya setelah penghasilan
yang bersangkutan melebihi PTKP.
A : Apa manfaatnya memiliki NPWP ?
B : Bagi orang yang memiliki usaha
dapat membantu kelancaran usahanya (mempermudah pembayaran ke rekan
bisnis karena dapat memiliki rekening giro di Bank), dan mengembangkan
bisnisnya karena dapat mengajukan kredit ke bank.
A : Berdasarkan keterangan dari beberapa teman WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) itu ada beberapa, tolong jelaskan!
B: WPOP dapat dibedakan berdasarkan sumber penghasilannya yaitu :
1. WPOP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
Contoh untuk yang menjalankan usaha adalah buka usaha bengkel, salon dan contoh untuk pekerjaan bebas adalah Dokter, Notaris.
2. WPOP Pengusaha Tertentu,
Contohnya adalah pedagang grosir
dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/ gerai yang
tersebar dibeberapa lokasi, kecuali untuk restoran dan perdagangan
kendaraan bermotor.
3. WPOP yang tidak menjalankan Usaha atau Pekerjaan Bebas.
Contohnya adalah karyawan.
Contohnya adalah karyawan.
A : Bagaimana cara untuk mendapatkan NPWP ? Apakah sulit ? Mahal ga ?
B : Cara untuk mendapatkan NPWP
sangat mudah dan tidak dikenakan biaya, orang pribadi datang ke KPP
(Bagian TUP / Tata Usaha Perpajakan) dimana dia tinggal (KPP Domisili)
atau KPP dimana kegiatan usaha dilakukan/ tempat usaha (KPP Lokasi)
dengan membawa bukti identitas orang pribadi atau usaha.
KPP menerbitkan kartu NPWP dan
Surat Keterangan Terdaftar paling lama pada hari kerja berikutnya
setelah permohonan pendaftaran beserta persyaratannya diterima secara
lengkap.
A : Jika seseorang memiliki tempat tinggal lebih dari satu kemana dia harus mendaftar untuk mendapatkan NPWP ?
B : Jika memiliki tempat lebih dari
satu, maka dia harus mendaftar di KPP yang meliputi wilayah dimana dia
tinggal lebih lama dibandingkan yang lain.
A : Jika saya memiliki kios lebih dari satu apakah NPWP saya cukup satu saja ?
B : Jika terletak dalam satu
wilayah KPP maka NPWP cukup satu, tapi jika terletak dalam wilayah KPP
yang berbeda diharuskan mendaftar di KPP yang baru tersebut (memiliki
NPWP lebih dari satu).
Khusus untuk WPOP Pengusaha Tertentu, setiap tempat usaha harus memiliki NPWP walaupun masih dalam satu wilayah KPP.
Khusus untuk WPOP Pengusaha Tertentu, setiap tempat usaha harus memiliki NPWP walaupun masih dalam satu wilayah KPP.
A : Apakah perusahaan wajib mendaftarkan NPWP bagi karyawannya ?
B : Karyawan yang mempunyai kewajiban mendaftarkan NPWP bukan perusahaan.
A : Pindah alamat apakah harus ganti NPWP ?
B : Jika WPOP pindah alamat masih
dalam satu wilayah KPP tidak perlu mengajukan penggantian NPWP, jika
pindahnya kewilayah KPP yang berbeda WP wajib mengajukan permohonan
pindah ke KPP lama dan baru.
A : Apakah kewajiban kita setelah memiliki NPWP ?
B : Melaporkan SPT Tahunan dan SPT
masa bulanan bagi WPOP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
Pengusaha Tertentu membuat pencatatan atau pembukuan, memperlihatkan dan
atau meminjamkan pencatatan atau pembukuan serta kewajiban lainnya
terkait dengan pmeriksaan pajak.
Bagi WPOP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas hanya melaporkan SPT Tahunan.
Bagi WPOP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas hanya melaporkan SPT Tahunan.
A : Suami istri masing-masing mempunyai penghasilan apakah harus mempunyai NPWP masing-masing ?
B : Suami istri dianggap sebagai
satu kesatuan sehingga tidak perlu memiliki NPWP masing-masing, kecuali
mempunyai Perjanjian Harta Terpisah. Bagi istri yang sudah memiliki NPWP
sebelum menikah dapat mengajukan penghapusan.
A : Setelah punya NPWP apakah kita bisa menutup atau menghapusnya ?
B : Bisa, penghapusan NPWP dapat dilakukan bagi :
1. Orang pribadi yang telah
meninggal dunia tanpa meninggalkan harta warisan atau meninggalkan
warisan namun telah selesai dibagi.
2. Wanita kawin yang tidak menandatangani Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan
3.WPOP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
2. Wanita kawin yang tidak menandatangani Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan
3.WPOP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
Selasa, 15 Mei 2012
Contoh Pembatalan, Penggantian Faktur Pajak & Retur BKP
Contoh Pembatalan, Penggantian Faktur Pajak &
Retur BKP
1. Contoh Pembatalan Faktur Pajak
a. Pada tanggal 1 Januari 2011 PT.A
(PKP Penjual) melakukan penjualan BKP kepada PT.B (PKP Pembeli) dengan harga
jual sebesar Rp100.000.000,-
b. Pada tanggal 1 Januari 2011 PT.A
(PKP Penjual) menerbitkan Faktur Pajak dengan DPP sebesar Rp100.000.000,- dan
PPN sebesar Rp10.000.000,-
c. Pada tanggal 25 Februari 2011
PT.B (PKP Pembeli) membatalkan pembelian, sehingga PT.A (PKP Penjual) harus
melakukan pembatalan Faktur Pajak.
d. Sebagai konsekuensi dari
pembatalan tersebut, maka :
1) PT. A (PKP Penjual) melakukan hal
sebagai berikut :
a) Dalam hal PT.A (PKP Penjual)
belum melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari
2011, maka PT.A (PKP Penjual) harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut
dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 pada formulir 1111 A2 dengan mengisi
nilai 0 (nol) pada kolom DPP (Rupiah) dan kolom PPN (Rupiah).
b) Dalam hal PT.A (PKP Penjual)
telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari
2011 sebagai Faktur Pajak Keluaran dengan nilai DPP sebesar Rp100.000.000,- dan
PPN sebesar Rp10.000.000,- maka PT.A (PKP Penjual) harus melakukan pembetulan
SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 dengan cara melaporkan Faktur Pajak
tersebut pada formulir 1111 A2 dengan mengisi nilai 0 (nol) pada kolom DPP
(Rupiah) dan kolom PPN (Rupiah).
2) PT. B (PKP Pembeli) melakukan hal
sebagai berikut :
Dalam hal PT.B (PKP Pembeli) telah
melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak
Masukan dengan nilai DPP sebesar Rp100.000.000,- dan PPN sebesar Rp10.000.000,-
maka PT.B (PKP Pembeli) harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang
bersangkutan dengan cara melaporkan Faktur Pajak tersebut pada formulir 1111 B2
dengan mengisi nilai 0 (nol) pada kolom DPP (Rupiah) dan kolom PPN (Rupiah).
2. Contoh Penggantian Faktur Pajak
a. Pada tanggal 28 Februari 2011
PT.A (PKP Penjual) melakukan penjualan BKP kepada PT.B (PKP Pembeli) dengan
harga jual sebesar Rp280.000.000,-
b. Pada tanggal 28 Februari 2011
PT.A (PKP Penjual) menerbitkan Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor Seri
010.000-11.00000050, DPP sebesar Rp280.000.000,- dan PPN sebesar Rp28.000.000,-
c. Faktur Pajak tersebut telah
dilaporkan oleh PT.A (PKP Penjual) pada SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2011.
d. Pada tanggal 11 Juli 2011
diketahui bahwa harga jual sebenarnya adalah sebesar Rp230.000.000,-
e. Atas kesalahan tersebut, pada
tanggal 15 Juli 2011 PT.A (PKP Penjual) menerbitkan Faktur Pajak Pengganti
dengan Kode dan Nomor Seri 011.000-11.00000147, DPP sebesar Rp230.000.000,-.
dan PPN sebesar Rp23.000.000,-
f. Sebagai konsekuensi dari
penerbitan Faktur Pajak Pengganti tersebut, maka:
1) PT. A (PKP Penjual) melakukan dua
hal sebagai berikut :
a) Melakukan pembetulan SPT Masa PPN
Masa Pajak Februari 2011 untuk melaporkan Faktur Pajak Pengganti tersebut pada
formulir 1111 A2 dengan cara sebagai berikut :
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000147);
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Faktur Pajak Pengganti (15-07-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan
nilai 230.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 23.000.000,-
- Kolom Kode dan No. Seri Faktur
Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
diganti (010.000-11.00000050).
Faktur Pajak yang diganti tidak
perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Februari 2011;
dan
b) Melaporkan Faktur Pajak Pengganti
dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2011 pada formulir 1111 A2 dengan cara
sebagai berikut :
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000147);
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Faktur Pajak Pengganti (15-07-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) dan kolom PPN
(Rupiah) diisi dengan nilai 0 (nol);
- Kolom Kode dan No. Seri Faktur
Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
diganti (010.000-11.00000050).
2) PT. B (PKP Pembeli) melakukan hal
sebagai berikut :
Harus melakukan pembetulan SPT Masa
PPN Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti tersebut dilaporkan sebagai
Faktur Pajak Masukan, dengan melaporkan Faktur Pajak Pengganti tersebut pada
formulir 1111 B2 dengan cara sebagai berikut :
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000147);
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Faktur Pajak Pengganti (15-07-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan
nilai 230.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 23.000.000,-
- Kolom Kode dan No. Seri Faktur
Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
diganti (010.000-11.00000050).
Faktur Pajak yang diganti tidak
perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan.
3. Contoh Penggantian Faktur Pajak
Pada Masa Yang Sama
a. Pada tanggal 6 September 2011
PT.A (PKP Penjual) melakukan penjualan BKP kepada PT.B (PKP Pembeli) dengan
harga jual sebesar Rp500.000.000,-
b. Pada tanggal 6 September 2011
PT.A (PKP Penjual) menerbitkan Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor Seri
010.000-11.00000210, DPP sebesar Rp500.000.000,- dan PPN sebesar Rp50.000.000,-
c. Pada tanggal 29 September 2011
diketahui bahwa harga jual sebenarnya adalah sebesar Rp550.000.000,-
d. Atas kesalahan tersebut PT.A (PKP
Penjual) menerbitkan Faktur Pajak Pengganti pada tanggal 29 September 2011
dengan Kode dan Nomor Seri 011.000-11.00000225, DPP sebesar Rp550.000.000,- dan
PPN sebesar Rp55.000.000,-
e. Sebagai konsekuensi dari
penerbitan Faktur Pajak Pengganti tersebut, maka :
1) PT. A (PKP Penjual) melakukan hal
sebagai berikut :
Melaporkan kedua Faktur Pajak
tersebut pada SPT Masa PPN Masa Pajak September 2011 dengan cara :
a) Untuk Faktur Pajak yang diganti :
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti (010.000-11.00000210);
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Faktur Pajak yang diganti (06-09-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) dan kolom PPN
(Rupiah) diisi dengan nilai 0 (nol),
b) Untuk Faktur Pajak Pengganti :
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000225);
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Faktur Pajak Pengganti (29-09-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan
nilai 550.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 55.000.000,-
- Kolom Kode dan No. Seri Faktur
Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
diganti (010.000-11.00000210).
2) PT. B (PKP Pembeli) melakukan hal
sebagai berikut :
a) Dalam hal Faktur Pajak yang
diganti belum pernah dilaporkan, maka PT.B (PKP Pembeli) cukup melaporkan
Faktur Pajak Pengganti pada formulir 1111 B2 dengan cara:
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000225);
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Faktur Pajak Pengganti (29-09-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan
nilai 550.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 55.000.000,-
- Kolom Kode dan No. Seri Faktur
Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
diganti (010.000-11.00000210).
b) Dalam hal Faktur Pajak yang
diganti telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak September 2011 dan
Faktur Pajak Pengganti diterima oleh PT.B (PKP Pembeli) setelah SPT Masa PPN
Masa Pajak September 2011 dilaporkan, maka PT.B (PKP Pembeli) harus melakukan
pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak September 2011 dengan melaporkan Faktur
Pajak Pengganti pada formulir 1111 B2 dengan cara :
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000225);
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Faktur Pajak Pengganti (29-09-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan
nilai 550.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 55.000.000,-
- Kolom Kode dan No. Seri Faktur
Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
diganti (010.000-11.00000210).
Faktur Pajak yang diganti tidak
perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan.
4. Contoh BKP Yang Diretur
a. Pada tanggal 10 Juni 2011 PT.B
(PKP Pembeli) melakukan pengembalian BKP atas pembelian dari PT.A (PKP Penjual)
dengan nilai BKP yang dikembalikan sebesar Rp15.000.000,-
b. Pada tanggal 10 Juni 2011 PT.B
(PKP Pembeli) menerbitkan Nota Retur atas pengembalian BKP tersebut.
c. Nota Retur yang dibuat oleh PT.B
(PKP Pembeli) diterima oleh PT.A (PKP Penjual) pada tanggal 12 Juni 2011.
d. Tata cara pelaporan Nota Retur
tersebut bagi PT.B (PKP Pembeli) dan PT.A (PKP Penjual) adalah sebagai berikut
:
1) PT.B (PKP Pembeli) melaporkan
Nota Retur tersebut pada formulir 1111 B2 dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Juni
2011 dengan cara :
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan nomor Nota Retur;
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Nota Retur (10-06-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan
nilai 15.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 1.500.000,- Nilai
ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang;
- Kolom Kode dan No. Seri Faktur
Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak atas
perolehan BKP yang dikembalikan.
2) PT.A (PKP Penjual) melaporkan Nota
Retur pada formulir 1111 A2 dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Juni 2011 dengan cara
:
- Kolom Kode dan Nomor Seri diisi
dengan nomor Nota Retur;
- Kolom Tanggal diisi dengan tanggal
Nota Retur (10-06-2011);
- Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan
nilai 15.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 1.500.000,- Nilai
ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang;
- Kolom Kode dan No. Seri Faktur
Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak atas
penyerahan BKP yang dikembalikan.
Senin, 14 Mei 2012
Definisi Auditor
Jenis
Auditor
Auditor dapat dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu:
- Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dapat dibagi menjadi dua yaitu:
- Auditor Eksternal Pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23E ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.. ayat (2) Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,sesuai dengan kewenangannya. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah, sehingga diharapkan dapat bersikap independen.
- Auditor Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen/LPND, dan Badan Pengawasan Daerah.
- Auditor Intern merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.
- Auditor Independen atau Akuntan Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Namun, Arens & Loebbecke dalam
bukunya Auditing Pendekatan Terpadu yang diadaptasi oleh Amir Abadi
Jusuf, menambahkan satu lagi jenis auditor, yaitu:
- Auditor Pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP dilapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggungjawab Karikpa adalah melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan.
Tanggung
Jawab Auditor
The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices
Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor:
- Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
- Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
- Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
- Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
- Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Opini
Auditor
Munawir (1995) terhadap hasil audit
memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong auditor, antara lain:
- Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat. Pendapat ini hanya dapat diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan audit yang sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi (konsisten) dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
- Pendapat Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini diberikan apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yuang menyebabkan kualifikasi pendapat (satu atau lebih rekening yang tidak wajar).
- Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu pendapat bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil operasi seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hal ini diberikan auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
- Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini bisa diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu akan kewajaran laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan dan bukannya melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak independent terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang sangat memengaruhi kewajaran laporan keuangan.
- Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat memberikan pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.
Auditor
Sistem Informasi
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi
maka berkembang pulalah suatu keahlian dalam profesi auditor, yaitu auditor
sistem informasi. Hal ini didasari bahwa semakin banyak transaksi keuangan yang
berjalan dalam sebuah sistem komputer. Maka dari itu perlu dibangun sebuah
kontrol yang mengatur agar proses komputasi berjalan menjadi baik. Saat ini
auditor sistem informasi umumnya digunakan pada perusahaan-perusahaan besar
yang sebagian besar transaksi berjalan secara otomatis. Auditor sistem
informasi dapat berlatar belakang IT atau akuntansi tentunya dengan kelebihan
dan kekurangan masing-masing.
Langganan:
Postingan (Atom)